CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Kamis, 04 November 2010

BAB PENCURIAN

PENGERTIAN MENCURI
arti mencuri atau merampok adalah :
mungkin pengertian pencurian perlu kita bagi menjadi dua golongan, yaitu: pencurian secara aktif dan pencurian secara pasif.
Pertama, pencurian secara aktif. Apa maksudnya? Pencurian secara aktif adalah tindakan mengambil hak milik orang lain tanpa sepengetahuan si pemilik .
Kedua, pencurian secara pasif. Apa maksudnya? Bila pencurian secara aktif berarti tindakan mengambil hak milik seseorang, maka pencurian secara pasif berarti tindakan menahan apa yang seharusnya menjadi miliknya orang lain.
Bagaimana dengan pengertian Alkitab tentang mencuri itu sendiri? Alkitab sendiri tidak memberikan definisi secara eksplisit. Ketika kita melihat perintah “Jangan mencuri”, Alkitab tidak memberikan penjelasan apapun tentang hal itu. Tapi ada satu hal yang pasti, yaitu Alkitab seringkali mengulang-ulang membicarakan konsekuensi bila seseorang mencuri. Laknat Tuhan akan turun bila para pencuri dibiarkan leluasa melakukan kejahatannya. Menurut hukum Tuhan, bila pencuri-pencuri itu masih ingin hidup, maka mereka harus mengembalikan apa yang mereka ambil .Berikutnya menyebutkan bahwa bila seekor kambing atau sapi dicuri, maka pencurinya harus membayar kembali lima sapi dan empat kambing. Bagaimana kalau ia tidak mampu membayar? Maka, si pencuri itu harus dijual sampai hutangnya lunas,atau hukuman yang lebih berat, yaitu mengembalikan tujuh kali lipat. Dan bahkan, ada pencurian yang berujung pada hukuman mati. Intinya, sekali lagi, Alkitab sering mengulang-ulang perintah jangan mencuri. Tentunya, hal ini menandai betapa seriusnya Tuhan akan dosa yang satu ini

HUKUM MENCURI
Dalil mencuri : dari Ibnu Umar r.a berkata, “Beliau (Rasulullah) memotong tangan pencuri karena mencuri perisai (baju besi) seharga 3 dirham” (Al Bukhari dalam Al Hudud no.6796 dan Muslim dalam Al Hudud no.1686/6)
dari Aisyah r.a, Nabi bersabda, “Tangan harus dipotong karena mencuri ¼ dinar atau lebih” (redaksi Al Bukhari dalam Al Hudud no.6789)

bab jinayat

Bab 1 : Pengertian Jinayat
Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.
Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.
Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.
Membunuh orang adalah dosa besar, maka Allah yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana telah menetapkan hukuman di dunia dan di akhirat demi ketentraman dan menjaga keselamatan hidup manusia di bumi
”Dan barang siapa membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam yang dia akan kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutukinya, serta menyediakan adzab yang besar baginya”. (QS. An-Nisa 93)
(Baca juga QS. Al-Baqoroh 178).
Bagi yang membunuh tergantung tiga hak :
1. Hak Allah
2. Hak Ahli Waris
3. Hak yang dibunuh
Apabila pembunuh bertobat dan menyerahkan diri kepada ahli waris (keluarga yang dibunuh) dia terlepas dari hak Allah dan hak ahli waris, baik mereka melakukan qishos atau mereka mengampuninya dengan membayar diyat (denda) ataupun tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh; nanti akan diganti oleh Allah diakhirat dengan kebaikan
Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :-
1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama sendiri dan sebagainya
2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala fitrah tuduh-menuduh.
3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada kecurian, ragut dan lain-lain.
4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan keselamatan diri.
5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan
Macam-macam jinayat
SENGAJA : Dilakukan dengan niat benar-benar ingin membunuh dan dengan menggunakan alat yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh.
TIDAK SENGAJA : Dilakukan dengan niat tidak ingin membunuh. Misalnya seseorang melemparkan sesuatu yang tidak disangka akan mengenai seseorang hingga meninggal dunia
SETENGAH SENGAJA : Dilakukan dengan niat benar-benar ingin membunuh tetapi dengan menggunakan alat yang tidak biasa digunakan untuk membunuh.
CONTOH KASUS SENGAJA
Yudhistira
Artikel Terkait
06/04/2010 10:57 | Pembunuhan
Liputan6.com, Medan: Setelah melakukan penyelidikan selama empat bulan, polisi berhasil mengungkap kasus pembunuhan wanita paruh baya di Kelurahan Sari Rejo, Medan, Sumatra Utara. Korban, Sri Rantau Rangkuti, ternyata dibunuh oleh Rohim, sang kekasih gelap. Pelaku ditangkap Kepolisian Sektor Kota Medan dan Satreskrim Poltabes Medan di Langkat, Sumut, Selasa (6/4) dini hari.

Usai penangkapan, polisi menggiring tersangka untuk reka ulang kasus. Dengan seutas tali jemuran, Rohim menjerat leher Sri. Tersangka mengaku gelap mata karena pernah melihat sang kekasih jalan dengan pria tak dikenal.

"Ia sama sekali tak melawan saat nyawanya dihabisi," kata tersangka [baca: Wanita Paruh Baya Tewas di Pembuangan Sampah].

Usai membunuh, Rohim sempat menangis dan mencium jasad korban. Pria yang pernah berprofesi sebagai penarik becak itu sempat buron ke Aceh. Akhirnya, ia kembali ke Medan.(WIL/SHA)
http://buser.liputan6.com/berita/201004/271048/Kasus.Pembunuhan.Wanita.Paruh.Baya.Terungkap
HUKUMANNYA

Wajib diqishos (berarti hukumannya di bunuh) kecuali dimaafkan oleh ahli waris dengan membayar diyat atau dimaafkan sama sekali.

CONTOH KASUS SEPERTI SENGAJA

Daniel Tewas Dibekap
17 Apr 2010
• Koran Tempo

• Nasional
Penyidik belummenetapkan seorang punsebagai tersangka.
BEKASI - Polisi memastikan, kematian Daniel Hutapea, 5 bulan, akibat bayi itu tidak bisa bernapas karena mulut dan hidungnya dibekap. Kepastian ini diperoleh polisi setelah menerima hasil otopsi dari Rumah Sakit Polri Sokanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. "Jantung dan paru-parunya rusak karena tidak ada oksigen," kata Kepala Kepolisian Sektor Bantargebang Ajun Komisaris Burhanudin kemarin.
Menurut Burhanudin, ada kemungkinan mulut dan hidung bayi itu dibekap menggunakan bantal atau kain. Sebab, sebagian bibir korban terluka. Sedangkan sayatan di lengan Daniel, kata Burhanudin,tidak sampai memutus urat nadi. Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Ade Ari Syam Indriadi mengatakan, penyidik belum menetapkan seorang pun sebagai tersangka dalam kasus ini. Orang tua korban, Malinton Hutapea, 32 tahun, dan Veronica, 28 tahun, masih berstatus sebagai saksi. "Indikasi keterlibatan orang tua baru sebatas dugaan, dan polisi belum menyimpulkan pelakunya," kata Ade.
Dari lokasi kejadian, polisi sudah menyita sejumlah barang bukti. Salah satunya adalah secarik surat. Dalam surat itu diketahui bahwa telah terjadi pertengkaran antara Malinton dan Veronica sebelum Daniel tewas. Sampai saat ini penyidik baru memeriksa empat orang sebagai saksi. Mereka adalah tetangga korban. Satu saksi sempat melihat Malinton keluar-masuk rumah bebera-pa saat sebelum peristiwa terjadi. "Keterangan saksi itu masih kami kembangkan," kata Ade.
Polisi belum memeriksa Malinton dan Veronica karena masih dalam masa berkabung. Namun penyidik sudah berencana memeriksa Malinton setelah upacara pemakaman Daniel. Sedangkan pemeriksaan terhadap Veronica belum dijadwalkan karena perempuan itu masih dirawat di Rumah Sakit Permata Bunda, Mustika Jaya, Kota Bekasi. Veronica menderita luka cukup serius. Kedua urat nadi tangannya tersayat dan ada tiga luka tusuk di bagian perut.
Kasus ini terjadi Kamis lalu di Perumahan Dukuh Jamrud Blok P18/88, Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi. Warga menemukan Daniel dan Veronica tergeletak bersimbah darah di tempat tidur kamar utama, se-mentara Malinton menangis meraung-raung di lantai.
Diduga, aksi keji itu dilakukan sendiri oleh Veronica. Dia membunuh bayinya, kemudian mencoba bunuh diri dengan menyayat urat nadi serta menusuk perut menggunakan pisau dapur. Warga segera melarikan ibu dan anak itu ke rumah sakit. Namun nyawa Daniel tak bisa diselamatkan.
Polisi yang datang ke lokasi menemukan sebilah pisau dapur dan silet. Barang-barang itu disita sebagai barang bukti, bersama seprai dengan noda darah dan satu botol bensin. Selain itu, ditemukan dua lembar surat perjanjian. Isinya tentang pernyataan Malinton Hutapea yang menegaskan dirinya tidak lagi berhubungan dengan wanita lain dan siap menafkahi anak dan istrinya. HUUHOM
http://bataviase.co.id/node/173401
HUKUMANNYA

Tidak wajib diqishos. Hanya diwajibkan membayar diyat yang berat dan dibebankan kepada keluarganya dengan diangsur selama 3 tahun

CONTOH KASUS TIDAK SENGAJA
Kamis, 14/10/2010 18:31 WIB
Kasus Peluru Nyasar, Polisi Konfrontir Korban dengan Anggota Reserse Polres Jakut
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews


ilustrasi

Jakarta- Saksi kasus salah tembak yang menimpa Satria Indra Lesmana, melihat dua pria mengantongi pistol revolver warna hitam. Polisi akan mengkonfrontir korban dengan 30 anggota Kasatreskrim yang bertugas pada saat insiden terjadi.

"Kami akan konfrontir 30 anggota Sat Reskrim Polres Jakut yang bertugas pada saat itu dalam minggu ini," ujar Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, Kompol Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan di Mapolres Jakarta Utara, Kamis (14/10/2010).

Condro berharap korban dapat memberikan penjelasan apakah yang menembak adalah salah satu anggotanya atau bukan. Hal ini penting untuk membantah spekulasi yang berkembang bahwa anggota polisi yang telah melakukan salah tembak.

"Nanti akan dilakukan setelah kondisi korban membaik," terang Condro.

Empat saksi yang ada disekitar Satria melihat dua pria mencurigakan yang mengantongi senjata jenis revolver warna hitam. Sat Reskrim Polres Jakarta Utara telah mengkonfrontir mereka dengan 30 anggota Sat Reskrim Polres Jakarta Utara. Hasilnya, keempat saksi tidak ada yang mengenali pria mencurigakan di antara anggota Sat Reskrim tersebut.

Satria jadi korban tembakan pada pada, Rabu (13/10) sekitar pukul 16.00 WIB di depan SMPN 244, Jl Arteri Marunda, Jakarta Utara. Warga Rawabinangun, Rawabadak, Jakarta Utara, itu mengalami luka tembak di perut sebelah kanan, jari tengah tangan kanan, dan betis kanan.

Saat itu Satria tengah berkumpul bersama teman-temannya dan tiba-tiba ada beberapa orang berpakaian serba hitam, mengejar sekelompok anak muda sambil melepaskan tembakan. Tidak lama setelah terdengar suara tembakan, Satria langsung terkapar bersimbah darah dan langsung dilarikan ke RSUD Koja.
http://www.detiknews.com/read/2010/10/14/183137/1465315/10/kasus-peluru-nyasar-polisi-konfrontir-korban-dengan-anggota-reserse-polres-jakut?991102605
HUKUMANNYA

Tidak wajib diqishos. Hanya wajib membayar diyat ringan. Diyat ini dibebankan kepada keluarganya, bukan atas orang yang membunuh saja. Mereka membayarnya dengan diangsur selama 3 tahun. Tiap akhir tahun membayar 1/3 nya.
(QS. An-Nisa 92)

* SYARAT WAJIB QISHOS
1. Orang yang membunuh adalah orang yang sudah baligh & berakal sehat.
2. Orang yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh.
3. Orang yang dibunuh derajatnya tidak kurang dari orang yang membunuh.
Maksudnya adalah agama dan merdeka atau tidaknya, begitu juga bapak dengan anaknya. Oleh karena itu bagi orang Islam yang membunuh orang kafir idak berlaku qishos; begitu juga orang merdeka tidak dibunuh sebab membunuh budak, dan bapak tidak dibunuh sebab membunuh anaknya.
4. Orang yang terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya dengan Islam atau dengan perjanjian.

bab khamar

PENGERTIAN KHAMAR
Khamar dalam bahasa Arab berasal dari akar kata `khamara` yang bermakna sesuatu yang menutupi`. Disebutkan,`Maa Khaamaral aql` yaitu sesuatu yang menutupi akal.

Sedangkan jumhur ulama memberikan definisi khamar yaitu : segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun banyak.Definisi ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW :
Dari Ibni Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua jenis khamar itu haram.` (HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).
Rasulullah SAW bersabda,`Segala yang memabukkan adalah khamar dan segala yang memabukkan hukumnya haram`. (HR. Ahmad dan Ashhabussunan).

Dalam mazhab Al-Hanafiyah, definisi khamar adalah air perasan buah anggur yang telah berubah menjadi minuman memabukkan. Sedangkan minuman memabukkan lainnya bukan termasuk khamar dalam pandangan mereka. Namun demikian, orang yang mabuk karena minum minuman memabukkan tetap dihukum juga sesuai dengan aturan syariat.
Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.

Syarat diberlakukannya hukuman hudud bagi peminum khamar :
1. Berakal
2. Baligh
Peminum itu orang yang sudah baligh, sehingga bila seorang anak kecil di bawah umur minum minuman keras, maka tidak boleh dihukum hudud.
3. Muslim
Hanya orang yang beragama Islam saja yang bila minum minuman keras yang bisa dihukum hudud. Sedangkan non muslim tidak bisa dihukum bahkan tidak bisa dilarang untuk meminumnya.
4. Bisa memilih
Peminum itu dalam kondisi bebas bisa memilih dan bukan dalam keadaan yang dipaksa.
5. Tidak dalam kondisi darurat
Maksudnya bila dalam suatu kondisi darurat dimana seseorang bisa mati bila tidak meminumnya, maka pada saat itu berlaku hukum darurat. Sehingga pelakunya dalam kondisi itu tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.
6. Tahu bahwa itu adalah khamar
Bila seorang minum minuman yang dia tidak tahu bahwa itu adalah khamar, maka dia tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.

BENTUK HUKUMAN HUDUD PEMINUM KHAMAR
Peminum khamar yang telah dijatuhi vonis dan dinyatakan bersalah oleh sebuah institusi pengadilan (mahkamah syar`iyah) hukumannya adalah dipukul. Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah. Artinya bentuknya sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT. Sehingga tidak boleh diganti dengan bentuk hukuman lainnya seperti penjara atau denda uang dan sebagainya.

HUKUM-HUKUM YANG TERKAIT DENGAN KHAMAR
1. Haram meminumnya
`Khamar itu diharamkan baik sedikit atau banyak. Dan juga diharamkan mabuk akibat meminum apa saja`. (HR. Al-`Uqaili)

2. Yang menghalalkannya diancam menjadi kafir
Keharaman khamar itu sudah jelas dan qath`i. Sehingga tidak bisa ditawar-tawar lagi hukumnya. Sehingga para ulama mengatakan bila ada orang yang mengatakan bahwa khamar itu halal diminum, maka orang tersebut termasuk orang yang kafir. Sebab Allah telah menyebutkan bahwa khamar itu najis, perbuatan syetan dan harus dijauhi, sebagaimana yang telah difirmankan dalam surat Al-Maidah : 91.

3. Haram memilikinya
Seorang muslim bukan saja haram untuk meminum khamar, tapi sekedar memiliki atau menyimpannya sebagai koleksi pun haram. Bahkan menerima hadiah cendera mata dalam bentuk khamar pun haram hukumnya. Termasuk juga menjual atau membelinya.

Rasulullah SAW bersabda,`Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Allah tabaraka wa ta`ala telah menurunkan pengharaman khamar. Maka siapa yang menulis ayat ini dan masih memilikinya janganlah meminumnya dan jangan pula menjualnya. Tapi buang saja di jalan-jalan kota Madinah`. (HR Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Sesunggunya minuman yang diharamkan untuk meminumnya maka diharamkan juga menjualnya`. (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasai)

4. Yang merusaknya tidak wajib mengganti
Bila seorang muslim masih memiliki khamar, maka bila dirusak atau dibuang oleh seroang muslim lainnya, tidak perlu menggantinya. Namun bila khamar itu milik non muslim, maka wajib menggantinya bila merusaknya atau menumpahkannya.

5. Khamar itu Najis
Khamar itu selain haram untuk diminum, juga hukumnya najis. Bahkan mazhab Al-Hanafiyah menyatakan bahwa khamar itu bukan sekedar najis, tapi najis mughallazhah atau najis berat. Sehingga bila terkena pakaian sebesar uang satu dirham, wajib untuk dicuci. Hal itu didasarkan pada dalil Al-Quran dimana Allah menyebutkan najis.
Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa khamar itu najis karena secara tegas telah dilarang dan harus dijauhi.

Meski yang dimaksud dengan kata-kata `najis` dalam ayat tersebut bukan najis hakiki tapi najis maknawi. Namun ayat itu juga mewajibkan untuk menjauhi khamar. Dalam hadits dijelaskan tentang najisnya khamar ini :
Dari Abi Tsa`labah ra,`Kami bertetangga dengan ahli kitab. Mereka memasak babi dalam panci mereka dan minum khamar dalam wadah mereka. Rasulullah SAW bersabda,`Bila kalian punya yang selain dari milik mereka maka makan dan minum bukan dari panci dan bejana mereka. Tapi bila tidak ada lainnya, maka cucilah dengan air baru boleh dimakan dan diminum`. HR. Ad-Daruquthuni).

6. Peminumnya wajib dihukum dengan hukuman hudud yaitu 80 kali menurut jumhur ulama.

7. Dilarang hadir atau duduk di suatu majelis yang terhidang khamar.

http://nicomunication.blogspot.com/2010/05/hukum-khamar-dalam-islam.html

bab ghasab

PENGERTIAN GHASAB
Secara harfiah, ghasab adalah mengambil sesuatu secara paksa dengan terang-terangan. Sedangkan secara istilah, ulama bermacam-macam mendefinisikannya. Mazhab Hanafi mendefinisikan gasab sebagai mengambil harta orang lain yang halal tanpa izin sehingga barang itu berpindah tangan. Mazhab Maliki mendefinisikan gasab sebagai mengambil harta orang lain secara paksa dan sengaja, tetapi tidak dalam arti merampok. Sementara mazhab Syafii dan Hanbali memaknai gasab sebagai penguasaan terhadap harta orang lain secara sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak. Secara “terang-terangan” menunjukkan perbedaan gasab dengan mencuri. Mencuri dalam arti gasab tidak hanya barang tapi juga manfaat barangnya, termasuk di dalamnya meminta dan meminjam tanpa izin pemilik aslinya, sekalipun dikembalikan. Selama KKN, meskipun sudah seketat mungkin untuk tidak melakukannya, toh saya sendiri pernah melakukannya, terutama masalah sandal.
Sedangkan dalam fikih Ahlulbait, gasab tetap dihukumi sebagai dosa plus perbuatan salatnya sendiri tidak sah. Sedemikian ketatnya hingga jika kita salat tetapi ada sehelai benang pun yang ada ditubuh kita diperoleh dengan cara batil, maka salat pun tidak sah. Sayidina Ali as. berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, lihatlah di mana dan pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara yang benar maka tidak diterima salatnya.” (Fiqh Al-Imâm Ja’far) .
*
Hukum ghasab
erbuatan gasab tersebut adalah dosa dan haram tapi tidak membatalkan salatnya (Al-Fiqh ‘alâ Al-Madzâhib Al-Khamsah). Istilahnya adalah harâm lî ghairih yaitu sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, akan tetapi dibarengi oleh suatu yang bersifat mudarat bagi manusia.
Sedangkan dalam fikih Ahlulbait, gasab tetap dihukumi sebagai dosa plus perbuatan salatnya sendiri tidak sah. Sedemikian ketatnya hingga jika kita salat tetapi ada sehelai benang pun yang ada ditubuh kita diperoleh dengan cara batil, maka salat pun tidak sah. Sayidina Ali as. berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, lihatlah di mana dan pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara yang benar maka tidak diterima salatnya.” (Fiqh Al-Imâm Ja’far)
http://ejajufri.wordpress.com/2009/08/21/sulitnya-menghindari-ghasab/

bab zina

PENGERTIAN ZINA
Pengertian yang bersifat umum meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya. Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud.

Sedangkan yang dalam pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.

*Hukum zina adalah haram

HUKUMAN ZINA
Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100 kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem :

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)

http://nophaendud.blogspot.com/2008/11/pengertian-dan-dalil-zina.html

Rabu, 11 Agustus 2010

ushul fiqih

Pengetahuan Fiqh itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqh. Menurut aslinya kata "Ushul Fiqh" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab "Ushulul Fiqh" yang berarti asal-usul Fiqh. Maksudnya, pengetahuan Fiqh itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqh.
Pengetahuan Fiqh adalah formulasi dari nash syari'at yang berbentuk Al-Qur'an, Sunnah Nabi dengan cara-cara yang disusun dalam pengetahuan Ushul Fiqh. Meskipun caar-cara itu disusun lama sesudah berlalunya masa diturunkan Al-Qur'an dan diucapkannya sunnah oleh Nabi, namun materi, cara dan dasar-dasarnya sudah mereka (para Ulama Mujtahid) gunakan sebelumnya dalam mengistinbathkan dan menentukan hukum. Dasar-dasar dan cara-cara menentukan hukum itulah yang disusun dan diolah kemudian menjadi pengetahuan Ushul Fiqh.
Menurut Istitah yang digunakan oleh para ahli Ushul Fiqh ini, Ushul Fiqh itu ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at Islam dari sumbernya. Dalam pemakaiannya, kadang-kadang ilmu ini digunakan untuk menetapkan dalil bagi sesuatu hukum; kadang-kadang untuk menetapkan hukum dengan mempergunakan dalil Ayat-ayat Al-Our'an dan Sunnah Rasul yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, dirumuskan berbentuk "hukum Fiqh" (ilmu Fiqh) supaya dapat diamalkan dengan mudah. Demikian pula peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ditemukan dalam kehidupan dapat ditentukan hukum atau statusnya dengan mempergunakan dalil.
Yang menjadi obyek utama dalam pembahasan Ushul Fiqh ialah Adillah Syar'iyah (dalil-dalil syar'i) yang merupakan sumber hukum dalam ajaran Islam. Selain dari membicarakan pengertian dan kedudukannya dalam hukum Adillah Syar'iyah itu dilengkapi dengan berbagai ketentuan dalam merumuskan hukum dengan mempergunakan masing-masing dalil itu.
Topik-topik dan ruang lingkup yang dibicarakan dalam pembahasan ilmu Ushul Fiqh ini meliputi:
a. Bentuk-bentuk dan macam-macam hukum, seperti hukum taklifi (wajib, sunnat, mubah, makruh, haram) dan hukum wadl'i (sabab, syarat, mani', 'illat, shah, batal, azimah dan rukhshah).
b. Masalah perbuatan seseorang yang akan dikenal hukum (mahkum fihi) seperti apakah perbuatan itu sengaja atau tidak, dalam kemampuannya atau tidak, menyangkut hubungan dengan manusia atau Tuhan, apa dengan kemauan sendiri atau dipaksa, dan sebagainya.
c. Pelaku suatu perbuatan yang akan dikenai hukum (mahkum 'alaihi) apakah pelaku itu mukallaf atau tidak, apa sudah cukup syarat taklif padanya atau tidak, apakah orang itu ahliyah atau bukan, dan sebagainya.
d. Keadaan atau sesuatu yang menghalangi berlakunya hukum ini meliputi keadaan yang disebabkan oleh usaha manusia, keadaan yang sudah terjadi tanpa usaha manusia yang pertama disebut awarid muktasabah, yang kedua disebut awarid samawiyah.
e. Masalah istinbath dan istidlal meliputi makna zhahir nash, takwil dalalah lafazh, mantuq dan mafhum yang beraneka ragam, 'am dan khas, muthlaq dan muqayyad, nasikh dan mansukh, dan sebagainya.
f. Masalah ra'yu, ijtihad, ittiba' dan taqlid; meliputi kedudukan rakyu dan batas-batas penggunannya, fungsi dan kedudukan ijtihad, syarat-syarat mujtahid, bahaya taqlid dan sebagainya.
g. Masalah adillah syar'iyah, yang meliputi pembahasan Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma', qiyas, istihsan, istishlah, istishhab, mazhabus shahabi, al-'urf, syar'u man qablana, bara'atul ashliyah, sadduz zari'ah, maqashidus syari'ah/ususus syari'ah.
h. Masa'ah rakyu dan qiyas; meliputi. ashal, far'u, illat, masalikul illat, al-washful munasib, as-sabru wat taqsim, tanqihul manath, ad-dauran, as-syabhu, ilghaul fariq; dan selanjutnya dibicarakan masalah ta'arudl wat tarjih dengan berbagai bentuk dan penyelesaiannya.
Sesuatu yang tidak boleh dilupakan dalam mempelajari Ushui Fiqh ialah bahwa peranan ilmu pembantu sangat menentukan proses pembahasan.
Dalam pembicaraan dan pembahasan materi Ushul Fiqh sangat diperlukan ilmu-ilmu pembantu yang langsung berperan, seperti ilmu tata bahasa Arab dan qawa'idul lugahnya, ilmu mantiq, ilmu tafsir, ilmu hadits, tarikh tasyri'il islami dan ilmu tauhid. Tanpa dibantu oleh ilmu-ilmu tersebut, pembahasan Ushul Fiqh tidak akan menemui sasarannya. Istinbath dan istidlal akan menyimpan dari kaidahnya.
Ushul Fiqh itu ialah suatu ilmu yang sangat berguna dalam pengembangan pelaksanaan syari'at (ajaran Islam). Dengan mempelajari Ushul Fiqh orang mengetahui bagaimana Hukum Fiqh itu diformulasikan dari sumbernya. Dengan itu orang juga dapat memahami apa formulasi itu masih dapat dipertahankan dalam mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang; atau apakah ada kemungkinan untuk direformulasikan. Dengan demikian, orang juga dapat merumuskan hukum atau penilaian terhadap kenyataan yang ditemuinya sehari-hari dengan ajaran Islam yang bersifat universal itu.
Dengan Usul Fiqh :
- Ilmu Agama Islam akan hidup dan berkembang mengikuti perkembangan peradaban umat manusia.
- Statis dan jumud dalam ilmu pengetahuan agama dapat dihindarkan.
- Orang dapat menghidangkan ilmu pengetahuan agama sebagai konsumsi umum dalam dunia pengetahuan yang selalu maju dan berkembang mengikuti kebutuhan hidup manusia sepanjang zaman.
- Sekurang-kurangnya, orang dapat memahami mengapa para Mujtahid zaman dulu merumuskan Hukum Fiqh seperti yang kita lihat sekarang. Pedoman dan norma apa saja yang mereka gunakan dalam merumuskan hukum itu. Kalau mereka menemukan sesuatu peristiwa atau benda yang memerlukan penilaian atau hukum Agama Islam, apa yang mereka lakukan untuk menetapkannya; prosedur mana yang mereka tempuh dalam menetapkan hukumnya.
Dengan demikian orang akan terhindar dari taqlid buta; kalau tidak dapal menjadiMujtahid, mereka dapat menjadi Muttabi' yang baik, (Muttabi' ialah orang yang mengikuti pendapat orang dengan mengetahui asal-usul pendapat itu). Dengan demikian, berarti bahwa Ilmu Ushul Fiqh merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam pengembangan dan pengamalan ajaran Islam di dunia yang sibuk dengan perubahan menuju modernisasi dan kemajuan dalam segala bidang.
Melihat demikian luasnya ruang lingkup materi Ilmu Ushul Fiqh, tentu saja tidak semua perguruan/lembaga dapat mempelajarinya secara keseluruhan.

http://www.cybermq.com/pustaka/detail/doa/140/ 10.35

Sabtu, 03 Oktober 2009

Penjelasan


________________________________________


UNDANG-UNDANG PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK

(UNDANG-UNDANG No. 32 TAHUN 1954,
LEMBARAN NEGARA 98/1954, BERTANGGAL 26 OKTOBER DAN DIUNDANGKAN
PADA TANGGAL 2 NOPEMBER 1954)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang:

1. bahwa kini di Indonesia berlaku beberapa macam peraturan tentang pencatatan nikah talak dan rujuk bagi Umat Islam antara lain:
a. Undang-undang Republik Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 dan
b. Huwelijksordonnantie Buitengewesten 1932 No. 482;
c. Peraturan-peraturan tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk yang berlaku di daerah-daerah Swapraja;
d. Peraturan-peraturan lain yang berlaku di daerah di luar Jawa dan Madura;
2. bahwa Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1946, yang dalam penjelasannya, diperuntukkan buat seluruh Indonesia;
3. bahwa berhubung dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu adanya satu macam Undang-undang tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.

Mengingat:

Pasal 89 dan pasal 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

MEMUTUSKAN:

Dengan rnencabut Huwelijksordonnantie Buitengewesten Staatsblad 1932 No. 482 dan semua peraturan-peraturan (juga dari Pemerintah Swapraja) tentang pencatatan nikah talak dan rujuk untuk Umat Islam yang berlainan dan yang bertentangan dengan Undang-undang tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 Republik Indonesia,

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TANGGAL 21 NOPEMBER 1946 No. 22 TAHUN 1946
TENTANG PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK
DI SELURUH DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA sebagai berikut:

Pasal 1.

Undang-undang Republik Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk berlaku untuk seluruh daerah luar Jawa dan Madura.

Pasal 1A.

Perkataan biskal-gripir hakim kepolisian yang tersebut dalam pasal 3 ayat 5 Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1946 diubah menjadi Panitera Pengadilan Negeri.

Pasal 2.

Peraturan-peraturan yang perlu untuk melaksanakan apa yang tersebut dalam pasal 1 Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Agama. (Vide: Tambahan Lembaran Negara 309, 913, 914, 916, 917, dan 956).

Pasal 3.

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.






Diundangkan
pada tanggal 2 Nopember 1954.
MENTERI KEHAKIMAN,

DJODY GONDOKUSUMO Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 Oktober 1954.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUKARNO

MENTERI AGAMA,

K. H. MASJKUR


nach: Himpunan Peraturan Perundang - Undangan Republik Indonesia, Jakarta 1992 S. 789.
nach: Asmin, Satus Perkawinan Antar Agama - Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974.Jakarta 1986 S. 142-143.


(T.L.N.No. 694)
MEMORI PENDJELASAN
MENGENAI UNDANG-UNDANG TENTANG
PENETAPAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TANGGAL 21 NOPEMBER 1946 No. 22 TAHUN 1946
TENTANG PENTJATATAN NIKAH, TALAK DAN RUDJUK
DISELURUH DAERAH LUAR DJAWA DAN MADURA

Undang-undang tanggal 21 Nopember 1946 Nr. 22 tahun, 1946 RI dulu memang dimaksudkan untuk dilakukan buat seluruh Indonesia, tetapi berhubungan keadaan belum menigidjinkannja maka berlakunja Undang-undang tersebut di luar Djawa dan Madura akan ditentukan oleh Undang-Undang lain (Pasal 6 ajat 2 Undang-undang tanggal 21 Nopember 1946 Nr.22 tahun 1946 Republik Indonesia).

Kini Negara Kesatuan telah terbentuk dan keadaan sudah mengidjinkan untuk melaksanakan berlakunja Undang-undang Nomer 22 tahun 1946 tersebut di luar Djawa dan Madura.

Sebagai diketahui di daerah-daerah luar Djawa dan Madura, ketjuali di Sumatera jang telah ditetapkan berlakunja Undang-undang Nr. 22 tahun 1946 oleh Pemerintah Darurat RI dengan surat keputusannja tanggal 14 Djuni 1949 Nr.l/pdri/ka, masih berlaku "Huwelijksordannantie Buitengewesten" (Staatsblad 1932 Nr. 482) jang mempunjai sifat-sifat jang tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini sebagai diterangkan dalam pendjelasan umum dari Undang-undang Nr. 22 tahun 1946 tersebut di atas.

Di daerah-daerah Swapraja di luar Djawa dan Madura, jang tidak sedikit djumlahnja Huwelijksordonnantie Buitengewesten pada umumnja tidak berlaku, sehingga tjara pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk di daerah Swapraja tersebut beraneka warna adanja menurut peraturan-peraturan jang berlaku untuk tiap-tiap Swapraja masing-masing.

Di daerah-daerah jang dahulu masuk Negara Bagian sebagai Negara Sumatera Timur, Pasundan, Negara Djawa dan sebagainja, berhubung dengan pergantian-pergantian pemerintahan, mungkin masih ada daerah-daerah jang masih mendjalankan peraturan-peraturan tentang pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk jang lain dari pada Undang-undang Nr.22 tahun 1946 tersebut di atas.

Untuk menghilangkan keragu-raguan ini, maka dinjatakan bahwa Undang-undang Nr. 22 tahun 1946 berlaku untuk seluruh Indonesia, untuk tempat-tempat jang belum mendjalankan Undang-undang tersebut ditetapkan mendjalankan Undang-undang itu mulai tanggal 1 April 1951. Begitu itu agar supaja dapat diatur peralihan, hingga tidak terdjadi stagnatie, vacuum, atau kekatjauan.

Dengan ditjabutnja semua peraturan tentang pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk dan digantikannja dengan Undang-undang Nr.22 tahun 1946, maka akan ada peraturan tentang Pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk jang satu, jang berlaku untuk seluruh Indonesia.

Perlu kiranja diketahui, bahwa Undang-undang ini hanja mengenai Pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk dan tidak mengurangi usaha-usaha jang tengah dikerdjakan oleh Panitija Penjelidik Hukum Perkawinan Talak dan Rudjuk jang dipimpin oleh Saudara Mr. Teuku Mohd. Hasan, di dalam mempersiapkan undang-undang baru sesuai dengan keinginan-keinginan jang diadjukan di dalam Parlemen antara lain Saudara jang terhormat Njonja Mudigdio.

PENJELASAN UMUM

Peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk seperti termuat dalam Huwelijksordonnantie S. 1929 No 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa sekarang sehingga perlu diadakan peraturan baru yang selaras dengan negara yang modern.

Untuk melaksanakan peraturan ini dibutuhkan penyelidikan yang teliti dan saksama, sehingga sudah barang tentu tidak akan tercapai di dalam waktu yang singkat. Akan tetapi untuk mencukupi kebutuhan pada masa ini berhubung dengan keadaan yang sangat mendesak peraturan-peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk tersebut di atas, dicabut serta diganti oleh peraturan baru yang dapat memenuhi sementara keperluan-keperluan pada masa ini.

Peraturan-peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk tersebut di atas kesemuanya bersifat propinsialistis yang tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, dan sudah sepantasnya bahwa peraturan-peraturannya bersifat kesatuan pula. Dari itu Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S. 1932 No 482 patut dicabut. Selain daripada itu peraturan di dalam Huwelijksordonnantie-Huwelijksordonnantie itu memberi kesempatan untuk mengadakan tariep ongkos pencatatan nikah, talak dan rujuk yang berbeda-beda, sehingga tiap-tiap Kabupaten mempunyai peraturan sendiri. Hal sedemikian itu perlu dirobah serta diganti dengan peraturan yang satu, untuk seluruh Indonesia. Di mana berhubung dengan keadaan belum memungkinkan, di situ peraturan yang baru ini tentu belum dapat dijalankan, akan tetapi pada azasnya, peraturan ini diuntukkan untuk seluruh Indonesia serta harus segera dijalankan, di mana keadaan telah mengizinkan.

Selanjutnya peraturan-peraturan yang dicabut itu, tidak menjamin penghasilannya para pegawai pencatat nikah, hanya digantungkan pada banyak sedikitnya ongkos yang didapatnya dari mereka yang menikah, menalak dan merujuk. Dengan jalan demikian maka pegawai pencatat nikah menjalankan kewajibannya dengan tidak semestinya, hanya semata-mata ditujukan untuk memperbesar penghasilannya, kurang memperhatikan hukum-hukum Islam yang sebenarnya. Perbuatan sedemikian itu yang merupakan suatu koruptie serta merendahkan derajat pegawai nikah, tidak saja mendapat celaan dari pihak perkumpulan-perkumpulan Wanita Indonesia, akan tetapi juga dari pihak pergerakan Islam yang mengetahui betul-betul syarat-syaratnya talak dan sebagainya, tidak setuju dengan cara menjamin penghidupan pegawai nikah sedemikian itu. Pun para pegawai nikah sendiri merasa keberatan dengan adanya peraturan sedemikian itu. Selain daripada penghasilannya tiada tentu, juga aturan pembagian ongkos nikah, talak dan rujuk kurang adil, ya'ni pegawai yang berpangkat tinggi dalam golongan pegawai nikah mendapat banyak, kadang-kadang sampai lebih dari Rp. 100,- (Bandung, Sukabumi dan lain-lain) akan tetapi yang berpangkat rendah sangat kurangnya, antara Rp. 3,50 — Rp. 10,-

Selain daripada itu ongkos nikah (ipekah) oleh beberapa golongan umat Islam dipandangnya sebagai "haram" sehingga tidak tenteramlah mereka itu mendapat penghasilan tersebut. Kuruptie serta keberatan-keberatan lainnya hanya dapat dilenyapkan, jika pimpinan yang bersangkut paut dengan perkawinan, talak dan rujuk diserahkan pada satu instansi, serta para pegawai pencatat nikah diberi gaji yang tetap, sesuai dengan kedudukan mereka dalam masyarakat.

"Undang-Undang Pencatatan nikah, talak dan rujuk" (Undang-Undang No 22 tahun 1946) dimaksudkan untuk dijalankan di seluruh Indonesia; akan tetapi sebelum keadaan mengizinkannya serta Undang-Undang baru itu belum berlaku, aturan yang lama masih dianggap sah. Waktu berlakunya "Undang-Undang Pencatatan nikah, talak dan rujuk" untuk tanah Jawa dan Madura ditetapkan oleh Menteri Agama, sedang di daerah-daerah di luar tanah Jawa dan Madura akan ditentukan oleh Undang-Undang lain.

PENDJELASAN PASAL-PASAL

Pasal 1.

Maksud pasal ini ialah supaja nikah, talak dan rudjuk menurut Agama Islam supaja ditjatat agar mendapat kepastian hukum.

Dalam negara jang teratur segala hal-hal jang bersangkut-paut dengan penduduk harus ditjatat, sebagai kelahiran, pernikahan, kematian dan sebagainja. Lagipula perkawinan bergandengan rapat dengan waris-mal-waris sehingga perkawinan perlu ditjatat mendjaga djangan sampai ada kekatjauan.

Menurut hukum Islam nikah itu ialah perdjandjian antara bakal suami atau wakilnja dan wali perempuan atau wakilnja. Biasanja wali memberi kuasa kepada pegawai pentjatat nikah untuk mendjadi wakilnja; tetapi ia boleh pula diwakili orang lain daripada pegawai pentjatat nikah untuk mendjadi wakilnja; tetapi ia boleh pula diwakili oleh orang lain daripada pegawai jang ditundjuk oleh Menteri Agama, atau ia sendiri dapat melakukan akad nikah itu. Pada umumnja djarang sekali wali melakukan akad nikah, sebab sedikit sekali jang mempunjai kepandaian jang dibutuhkannja untuk melakukan akad nikah itu.

Antjaman dengan denda sebagai tersebut pada ajat 1 dan 3 pasal 3 Undang-undang ini bermaksud supaja aturan administrasi ini diperhatikan akibatnja sekali-kali bukan bahwa nikah, talak dan rudjuk itu mendjadi batal karena pelanggaran itu.

Jang dimaksud dengan mengawasi ialah ketjuali hadlir pada ketika perdjandjian nikah itu diperbuat, pun pula memeriksa, ketika kedua belah (wali dan bakal suami) menghadap pada pegawai pentjatat nikah ada tidaknja rintangan untuk nikah, dan apakah sjarat-sjarat jang ditentukan oleh hukum Agama Islam tidak dilanggar. Selandjutnja perubahan jang penting dalam pasal ini ialah bahwa kekuasaan untuk menundjuk pegawai pentjatat nikah, menetapkan tempat kedudukan dan wilajah pegawai pentjatat nikah, djatuh masing-masing dari tangan Bupati/Raad kabupaten ke tangan Menteri Agama, atau pegawai jang ditundjuk olehnja atau pada Kepala Djawatan Agama Daerah, sedang biaja nikah, talak dan rudjuk tidak dibagi-bagi lagi antara pegawai-pegawai pentjatat nikah, akan tetapi masuk ke Kas Negeri dan Pegawai pentjatat nikah diangkat sebagai Pegawai Negeri.

Jang dimaksud dengan Djawatan Agama Daerah, ialah Djawatan Agama Karesidenan atau Djawatan Agama di Kota Djakarta Raja dan Surakarta.

Surat keterangan tidak mampu harus diberikannja dengan pertjum, mendjaga supaja orang jang tidak mampu djangan diperberat.

Pasal 2.

Sudah terang, dan tidak ada perubahan, ketjuali tjontoh-tjontoh buku pendaftaran, surat nikah, talak dan rudjuk dan sebagainja ditetapkan tidak lagi oleh Bupati, akan tetapi oleh Menteri Agama agar supaja mendapat kesatuan.

Pasal 3.

Maksud pasal 3 ini sama dengan pasal dari Huwelijksordonnantie S. 1929 Nr. 348 hanja sadja pelanggaran terhadap aturan pemberitahuan tentang talak jang didjatuhkan dan rudjuk jang dilakukan dinaikkan dari Rp. 5,- mendjadi Rp. 50,- agar supaja hakim dapat memberi denda setimpal dengan kesalahannja. Oleh karena sering terdjadi seorang isteri jang telah dirudjuk kembali, akan tetapi oleh karena tidak diberi tahukannja oleh suami jang merudjuk kepada pegawai pentjatat nikah, mendjadi tidak mengetahui hal perudjukan, akan kawin lagi dengan orang lain kemudian datang suaminja jang lama, sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan; atau telah kawin dengan orang lain kemudian datang suami jang lama, sehingga perkawinan jang baru itu dibubarkan. Lebih menjedihkan lagi djika perkawinan jang baru sudah begitu rukun sehingga telah mempunjai anak.

Lain-lain pasal sudah terang dan tidak perlu dijelaskan lagi:

Termasuk Lembaran Negara Nomor 98 Tahun 1954.

Diketahui:
MENTERI KEHAKIMAN,

DJODY GONDOKUSUMO:

Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri.Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;atau apabila tidak ada kaber dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Syarat2 pernikahan
Pasal 6
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4) dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya.
(5) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukun masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Pasal 9
Seorang yang terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan dalam Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum, masing-masing agama dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1) Bagi seorang yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Pasal 12
Tata cara perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Pencegahan pernikahan
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah apabila ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1) Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lain, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 15
Barang siapa yang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 16
(1) Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.
Pasal 17
(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan.
(2) Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pasal 18
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.
Pasal 19
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
Pasal 20
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9< Pasal 10, dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.
Pasal 21
(1) Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.
(2) Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan yang oleh pegawai pencaatat perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakkan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya.
(3) Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada Pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan putusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakkan tersebut di atas.
(4) Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akanmemberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakkan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.
(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan pada pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahukan tentang maksud mereka.

Batalnya pernikahan
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan Pembatalan perkawinan yaitu:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri.
b. Suami atau isteri.
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 25
Permihonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan ditempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri.
Pasal 26
(1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
(2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasrkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka setelah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Pasal 27
(1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum.
(2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
(3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu telah menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28
(1) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya perkawinan.
(2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap :
a. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
b. suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
c. Orang-orang ketiga lainnya termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Perjanjian pernikahan

Pasal 29
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.
(2) Perkawinan tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan dilangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
Hak dan kewajiban suami istri
Pasal 30
Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
(1) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami-isteri bersama.
Pasal 33
Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.